Pagi itu adalah hari terakhir berada di Kota Mekah. Sekitar pukul 10.00 WSA, bis sudah membawa kami menuju Jeddah.
Sembari "jalan" menuju bandara King Abdul Azzis, rencananya kami akan mampir ke beberapa tempat. Salah satunya Museum Alamoudi. Secara lokasi, museum ini berada di tepi jalan bebas hambatan Mekah-Jeddah, tepatnya di daerah El Shimeisi.
Hanya butuh sekitar 15 menit perjalanan dari hotel, hingga akhirnya bus terparkir dan kami dipersilakan turun.
"Museum ini termasuk yang paling sering dijadikan destinasi “ziarah” para jamaah umroh Indonesia,” Kata Ust Khan, salah satu ustadz dari Nur Ramadhan yang mendampingi kami selama di Madinah dan Mekah.
Dari luar terlihat bentuk bangunan museum menyerupai benteng, dengan tembok berwarna krem kalem seperti warna-warna bangunan di Arab kebanyakan. Dan memang benar, saat kami datang suasana di Museum Alamoudi sudah cukup ramai dengan jamaah umroh rombongan lain.
“Ahlan wa Sahlan, Hajj, Hajjah!” Seorang laki-laki bersurban dan berkacamata hitam --pegawai museum pastinya, menyambut rombongan kami dengan aksen Arabnya yang khas. Mirip orang marah-marah kalau kata anak saya😀😀
Yang pertama terlihat adalah halaman museum. Ada sumur pompa model jaman dulu.. dan entah apa yang dikatakan penjaga museum, tiba-tiba kami diberi topi, dan diminta berfoto sambil bawa banner. Kayak gini jadinya..😊
Senin, 26/12/22. Foto bareng, merayakan dan mengabadikan kebersamaan 😊😊 |
Masuk ke Lorong Waktu, Merasakan Arab Sekian Tahun yang Lalu
Sesi pepotoan dengan topi dan banner selesai, dan kami diantar salah satu pegawai untuk melihat ragam barang koleksi yang ada di dalam Museum Alamoudi.
Mirip Indonesia juga ya hasil budaya masyarakatnya. |
Berdiri di atas lahan seluas 2000 meter persegi, museum ini didirikan oleh seorang konglomerat Arab Saudi, Abu Bakar Alamoudi. Beberapa sumber menyebutkan, bahkan museum telah dibangun 20 tahun sebelum jalanan mulus Mekah-Jeddah beroperasi. Nama sang pendiri inilah yang kemudian diabadikan sebagai nama museum sampai sekarang.
Konsep utama dari museum ini adalah membawa pengunjungnya ke peradaban Arab tempo dulu. Tak heran, jika saat masuk ke dalam Museum Alamoudi, kami serasa dibawa masuk ke lorong waktu, dengan merasakan suasana negara Arab sekian puluh atau bahkan ratusan tahun ke belakang.
Jamaraat bridge, tempo dulu |
Selain berbagai peralatan dan perlengkapan hidup masyarakat, koleksi Museum Alamoudi juga dilengkapi dengan beberapa senjata/perlengkapan perang bangsa Arab dari masa ke masa.
Di Museum Alamoudi, pengunjung bisa menyaksikan bahwa negara Arab yang saat ini maju dan kaya raya pun juga pernah tradisional dan kuno. Lebih dari itu, Museum Alamoudi adalah surga bagi yang suka mengabadikan kenangan dengan bergaya di depan kamera. Tanpa dipungut biaya, pengunjung bisa berfoto ala-ala penduduk Arab.
Seorang teman, foto ala2 putri Arab. Difotoin petugas museum, kostum free tanpa biaya sewa tambahan |
Kawan satu rombongan sedang bergaya ala tentara Arab |
Sebenarnya konsep yang ditawarkan museum Alamoudi ini cukup bagus. Pengunjung diharapkan memiliki tambahan pengetahuan religi, mendapatka hiburan, dan aspek informasi lainnya.
Intinya ada sisi edukasi di dalamnya.
Sayangnya, informasi tentang barang-barang koleksi di Museum Alamoudi sangat minim.
Yang ada hanya informasi singkat, dalam bahasa Arab.
Saya hampir tidak pernah menemukan tulisan/deskripsi yang lebih detail pada barang-barang yang ada dalam bahasa Internasional.
Ini yang kemudian menjadikan kesan kalau museum ini lebih mirip studio foto, daripada arti museum yang sebenarnya.
Setujuuuu, aku juga kesini pas dulu umroh. Tapi ya itu, detilnya dikit banget, mana ga ada yg jelasin 🤣. Jadi nebak2 sendiri dan malah foto2 di sana 😄. Aku malah jadi Inget nama museumnya mba. Jujurnya lupaaaa 🤣🤣
ReplyDelete