Kreatif! Setidaknya satu kata itu bisa mewakili saya selaku pengunjung kepada pengelola wisata lokal Sungai Maron. Bagaimana sebuah sungai yang awalnya bisa jadi sebatas bagian dari bentang alam yang biasa saja, tapi kemudian bisa dilihat potensinya dan lantas dikembangkan sebagai destinasi wisata yang ramai pengunjung. Di Sungai Maron ini, ada lebih dari 100 perahu dan siap membawa pengunjung menyusuri tubuh sungai, membawanya sampai ke Pantai Ngirboyo.
M
atahari bersinar hangat. Perahu kecil yang kami naiki terus berjalan membelah sungai Maron dengan kecepatan sedang. Musim hujan, membuat air Sungai Maron yang konon katanya berair jernih, menjadi kecoklatan dan cenderung keruh.
Dengan harga sewa 100 ribu/perahu dan bisa diisi 4-5 penumpang, nantinya perahu nelayan ini akan mengantar kami menuju menuju muara yaitu Pantai Ngirboyo dan lalu kembali lagi ke dermaga Sungai Maron, dengan waktu perjalanan sekitar 45 menit-1 jam.
Sengaja saya duduk di bagian perahu paling depan, sementara anak-anak dan pak suami memilih di tengah. Sementara di ujung belakang, pak pengemudi terlihat fokus mengendalikan lajunya perahu agar tetap stabil .
Air sungai kadang sedikit berombak dan menggoyang petahu ketika kami berpapasan dengan rombongan pengunjung lainnya dari arah yang berlawanan. Akhir pekan, menjelang bulan Ramadhan. Jadi wajar saja kalau pengunjung obyek wisata air Sungai Maron cukup banyak.
Ada beberapa spot foto yang bisa digunakan selama perjalanan, misalnya ayunan yang memggantung di tepi sungai. Tapi saya nggak nyoba😀 |
Jujur saja, ini pengalaman pertama kami menaiki perahu nelayan dengan ukuran kecil begini. Awalnya saya takut, terlebih teringat kalau saya nggak punya ketrampilan untuk bertahan di air, alias nggak bisa berenang sama sekali. Wajah Alya yang duduk di belakang bareng Raka dan ayahnya saya lihat juga sedikit tegang. Tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya kami semua bisa menikmati juga. Toh semua penumpang diwajibkan menggunakan pelampung, demi keamanan.
Kealamian lokasi, menjadi daya tarik utama wisata susur sungai ini. Sepanjang perjalanan kami bisa dengan puas melihat tanaman hijau yang ada di kiri-kanan sungai. Mayoritas tanaman kelapa, lalu tanaman jambu air, dan juga beberapa jenis tanaman keras lainnya. Karena keasrian dan kealamian sungainya, Sungai Maron mendapatkan julukan sungai Amazonnya Pacitan.
Menikmati suasana Sungai Maron dari atas perahu, pikiran saya keingat sungai-sungai di Jogja. Ada Sungai Oya dengan desa wisata Srikeminut, dan juga selokan besar dengan debit air kencang yang tak begitu jauh dari rumah. Kalau suatu hari nanti ada wisata susur selokan Mataram atau Selokan Van Der Wick, seru juga sepertinya. Asal keamanan penumpangnya dipikirkan, pasti menarik.
Sambil duduk di atas perahu, sesekali saya sengaja menyentuhkan tangan ke air sungai atau memegang daun-daun pohon jambu air yang menjuntai. Sempat membayangkan juga, seandainya musim buah tiba, pasti pemandangannya akan lebih cantik dengan buah jambu air yang ranum di sepanjang sungai. Cuma sempat mikir juga, bagimana memanen buahnya kalau pohonnya tumbuh di tepi sungai begitu?
Sekitar 20-an menit perjalanan, perahu yang kami naiki memasuki kawasan Pantai Ngirboyo. Ombak yang bergulung serta karang-karang pantai bisa saya lihat dari muara Sungai Maron, sungai berkedalaman kurang lebih 20 meter.
Di sini, kami dihadapkan dua pilihan, turun dan membayar 5 ribu/orang kepada pengelola pantai, dan perahu bisa menunggu 15 menit untuk kami mengeksplor atau sekedar berfoto di Pantai Ngirboyo atau perahu langsung berbelok, kembali ke dermaga. Kami pilih opsi yang kedua, langsung balik dengan pertimbangan baru saja kami ke Pantai Klayar. Setelah dari Sungai Maron ini, masih ada obyek non pantai yang hendak kami tuju. Jadi, demi efisiensi waktu.
Akses Jalan Menuju Sungai Maron
Sungai Maron Pacitan terletak di Desa Dersono, Kecamatan Pringkuku, dan hanya berjarak sekitar 6,5 kilometer dari kawasan wisata Pantai Klayar. Jadi obyek wisata Pantai Klayar dan Susur Sungai Maron bisa banget kalau dijadikan satu paket dalam 1 kunjungan.
Resiko berlokasi di pegunungan, menjadikan rute jalan menuju sungai Maron cukup mendebarkan. Mau tidak mau kami harus menaklukan turunan, tanjakan dan tikungan tajam. Untungnya kondisi mobil masih support dan Pak Suami yang di belakang kemudi bisa menguasai medan. Ketambahan, di setiap tikungan tajam ada beberapa petugas yang berjaga dan mengatur lalu lintas.
Untuk pengunjung yang menggunakan kendaraan umum/bis, saya rasa ini yang harus bersabar karena jalur ke Sungai Maron belum bisa dilalui bis besar. Pengunjung berombongan hanya bisa memarkirkan kendaraan di sekitar lokasi wisata Pantai Klayar atau Goa Gong, setelah itu disambung dengan ojek atau mobil sewaan.
Kalau tidak membawa mobil pribadi, wisatawan rombongan harus menyewa kendaraan sendiri untuk bisa masuk ke kawasan wisata "sungai amazon" nya Pacitan |
Kesimpulannya? Meskipun rute pas menuju lokasi agak-agak bikin sport jantung, tapi terbayar dengan pengalaman baru yang didapatkan. Kami sudah mencobanya, kapan teman-teman ikut nyobain juga?
Oh jadi ini jelajah sungainya ntr sampe ketemu dengan laut ya mba? Aku tuh dari duluuuu pengen banget bisa melihat muara sungai yg ke laut. Belum pernah liat dari Deket. Biasanya dari jauh atau dari pesawat 😄. Pnasaran aja seperti apa kalo sungai ketemu lautan luas..
ReplyDeletePengen banget aku coba kalo ntr bisa ke Pacitan lagi :)
iya mba, nanti ketemu laut. Bisa mampir ke Pantainya sekalian (tapi sebentar) atau langsung balik...
DeleteKayaknya kalau pulang Jogja, harus mampir ini. Mungkin ini tergolong baru ya Mbak, karena terakhir saya ke Jogja sih belum ada. Terima kasih sudah berbagi.
ReplyDeleteIni di Pacitan mas... :-D
Delete