“Kok ono pantai sepi ning Gunungkidul?”
S
eorang teman mengomentari video yang saya posting di media sosial beberapa hari lalu. Yup, video yang saya ambil waktu punya kesempatan dolan ke Pantai Ngrumput dan Pantai Watu Bolong di akhir pekan.
“Kok masih ada/bisa nemu pantai yang sepi di Gunungkidul?”—kira-kira begitu kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Pertanyaan wajar, mengingat di suasana liburan dan akhir tahun seperti sekarang, mencari tempat wisata bebas kerumunan di Jogja itu sulit. Nggak wisata buatan, wisata alam pun bisa dipastikan padat pengunjung. Terlebih, deretan pantai-pantai di Gunungkidul yang belakangan jadi idola wisatawan.
Memilih dolan ke Pantai Ngrumput dan Watu Bolong itu juga sebenarnya sudah diniatkan dari rumah. Beberapa minggu sebelumnya pas ke Drini, kebetulan melihat papan petunjuk lokasi parkir Pantai Ngrumput, tapi belum sempat mampir ke lokasi. Nah, week end kemarin pas anak-anak selesai ujian akhir, ayahnya anak-anak libur, nyobalah kesini.
Pantai Ngrumput
Kalau saya, tahu tentang pantai Ngrumput beberapa waktu lalu dari video anak-anak muda yang kena ombak pas lagi camping di Ngrumput, dan saat itu lumayan viral. Menurut penduduk sekitar, kejadian itu disebabkan gelombang tinggi sementara mereka mendirikan tenda terlalu dekat dengan bibir pantai.
Pagi-pagi, masih banyak tenda. Yang ga punya tenda tapi pengen berkemah bisa menyewa di warung-warung sekitar pantai |
Secara posisi, pantai ini berada di timur pantai Drini. Seingat saya, belum ada papan nama berukuran besar yang membuat pengunjung untuk jadi ngeh akan keberadaan pantai Ngrumput.
Yang ada hanya papan kayu sederhana bertuliskan Lokasi parkir pantai Ngrumput dan Watu bolong dan terletak di kiri jalan sebelum masuk kantung parkirnya Pantai Drini.
Untuk sampai ke Pantai Ngrumput, rute yang harus dilewati cukup mudah. Kalau kami, jalur paling sering lewat Playen-Paliyan-Jalur lintas selatan. Pintu retribusinya juga sama dengan banyak pantai lainnya, hanya membayar 10.000/tiket. Setelah itu, ikuti jalur masuk ke Pantai Drini yang sisi timur, dan tinggal nyari papan kayu petunjuk lokasi parkir.
Ikuti papan nama tersebut, masuk sedikit mengikuti jalan cor semen, terus nanti bakalan nemu area parkir yang cukup lapang dan teduh. Berjejer tanaman talok atau kersen, yang hari itu sedang berbuah ranum. Merah-merah, dan banyak yang jatuh ke tanah. Andai punya sendiri, pasti sudah tak panen tiap hari😀
Ada dua warung yang dilengkapi toilet. Nggak besar, tapi cukup bersih. Paling penting, ibu yang jual ramah banget. Dari ibu ini pula kami tahu jalur ke Pantai Ngrumput dan Pantai Watu Bolong. Oh, iya untuk sampai ke bibir pantai Ngrumput dan juga Watu Bolong, pengujung harus jalan kaki.
“Menawi Watu Bolong niku..mengke sakderenge Ngrumput wonten mergi alit kanan jalan, wonten wit klopo, tinggal ngikuti niku mba..” begitu pesannya ke kami.
“Sini-Ngrumput berapa jauh Bu?” tanya saya. Berhubung ini pertama kalinya ke Pantai Ngrumput, mending saya tanya terlebih dahulu. Takutnya medannya jauh dan terjal, milh skip kalau medannya sulit.
“Mboten tebih kok... 200 meteran,” kata si Ibu dengan ramah.
Karena kondisi yang mengharuskan jalan kaki sebelum menikmati pantai, buat teman-teman yang berencana untuk ke Pantai Ngrumput saya sarankan untuk menggunakan alas kaki yang nyaman. Nikmati saja acara jalan kaki dengan melihat areal pertanian warga atau bertegur sapa dengan warga sekitar saat kebetulan berpapasan. Kalau sudah begitu, capeknya nggak kerasa kok.
Dekat kok. Itu, tinggal jalan sebentar...lautnya sudah kelihatan |
Kemungkinan nyasar alias tersesat? Nggak. Jalannya juga cuma dekat. Kata kuncinya adalah, ikuti saja jalan utama karena hanya jalur itu yang akan membawa kaki kita ke hamparan pasir putihnya pantai Ngrumput.
Karena pengelolaan pantai masih dilakukan oleh warga, maka setiap pengunjung yang masuk dikenakan lagi tiket (tambahan) sebesar 2000/pengunjung plus parkir (10000/mobil). Tarif akan berbeda, kalau tujuan kita ke pantai untuk berkemah/camping.
Selain deretan warung-warung sederhana, pemandangan yang mendominasi area pantai di akhir pekan adalah tenda. Tentu saja, karena pantai ini adalah salah satu lokasi favorit untuk melakukan kegiatan camping.
Dari namanya, pernah saya membayangkan kalau pantai Ngrumput ini pasirnya ditanami rumput atau banyak tanaman rumput di sekitar, seperti pantai Ngrawe. Ternyata nggak..he..he. Pantai Ngrumput berpasir putih seperti banyak pantai lainnya.
Sst...peace! Anak-anak yang pada nge camp lagi pada mandi di laut |
Dinamakan pantai Ngrumput, karena di sisi timur pantai terdapat bukit yang dulunya sering digunakan warga untuk mencari rumput. Bukit inilah yang sekarang lebih dikenal sebagai bukit Kosakora. Selain menggelar tenda di hamparan pasir pantai, di atas Bukit Kosakora juga terdapat area camping dan juga beberapa warung yang menyediakan menu makanan dan minuman sederhana.
Pantai Watu Bolong
Setelah puas menikmati Pantai Ngrumput, mencari sarapan di warung tepi pantai, dan sempat naik juga ke Bukit Kosakara, tujuan berikutnya Pantai Watu Bolong.
Jalur yang harus dilewati sama, jalan setapak yang tadi kami lewati. Cuma tinggal nyari percabangan ke arah Pantai Watu Bolong.
“Sakderenge Ngrumput wonten mergi alit kanan jalan, wonten wit klopo, tinggal ngikuti niku mba..” petunjuk yang kami ingat dari si Ibu pemilik warung.
Karena posisinya kami ke Pantai Ngrumput terlebih dahulu, maka yang harus kami cari jalan setapak di kiri jalur. Patokannya keberadaan pohon kelapa.
Sedikit gambling, akhirnya kami mengikuti jalan setapak berumput, berjalan di pematang sawah, dan Yeyy..yang kami lihat kemudian adalah hamparan pasir, ombak berlarian serta beberapa warga yang tengah membangun warung di tepian pantai.
Benar, kami sampai di pantai Watu Bolong.
Pantai Watu Bolong yang masih perawan, masih sepi pengunjung dan alami |
Kami datang sekitar jam 10an pagi, dan pantai masih sepi. Selain 1 warung yang sudah buka, ada beberapa warung yang masih dalam proses pembangunan. Ada beberapa warga sekitar dan kami berempat. Jadi berasa punya pantai pribadi.
Hamparan pasir Pantai Watu Bolong tak begitu lapang. Yang membuat unik adalah, pantai ini memiliki gugusan karang menyerupai pulau, tak jauh dari tepi pantai.
Di batuan karang itu juga, terdapat lubang atau bolongan. Itulah asal muasal kenapa pantai ini dinamakan Pantai Watu Bolong. Satu bendera merah putih berkibar di atas batuan karang tersebut. Menurut warga setempat, gugusan karang di Pantai Watu Bolong ini merupakan salah satu spot favorit aktivitas memancing.
Pas ke Pantai Watu Bolong, ombak cukup besar. Jadi kami cuma bermain di pasir. Nyari amannya. |
Dari segi kealamian, bisa dibilang masih Pantai Watu Bolong sangat alami. Cocok lah untuk menenangkan diri atau lepas dari hiruk-pikuk perkotaan dan tetek-bengek urusan pekerjaan. Cuma sayangnya, Pantai Watu Bolong saat ini masih minim fasilitas umum. Sabar, masih dalam proses pembangunan.
Post a Comment
Post a Comment