“100 m lagi bertemu perenang handal” , sebuah kalimat yang membuat saya penasaran. Tertulis pada sebuah papan kayu, informasi tadi terpasang di pinggir jalan kawasan Gumuk Pasir Parangtritis, Bantul, Yogyakarta. Tulisan itu juga yang kemudian membawa saya ke kawasan Pantai Pelangi, Bantul.
Nama Pantai Pelangi memang tidaklah setenar Pantai Parangtritis, ataupun Pantai Depok. Dibuka sebagai kawasan wisata pada tahun 2009, pantai ini awalnya merupakan bagian dari pemekaran kawasan wisata Parangtritis untuk menghindari penumpukan pengunjung.
Secara lokasi, sebenarnya Pantai Pelangi sangat mudah untuk ditemukan. Pantai ini berada persis di seberang Gumuk Pasir, sekitar 5 menit perjalanan sebelum Pantai Depok.
Beberapa kolam, dengan ikan nila berukuran jari-jari dewasa adalah pemandangan pertama yang saya temui. Pantai Pelangi di pagi hari, terlihat cukup sepi.
Sebagai kawasan wisata, Pantai pelangi terkesan seadanya. Fasilitas umum seperti mushola dan toilet umum terlihat kurang terurus. Tak banyak penjaja makanan atau warung makanan, hanya ada dua atau tiga rumah penduduk yang sekaligus difungsikan sebagai rumah makan.
Bibir Pantai Pelangi sebenarnya tergolong luas dan landai. Sayangnya pagi itu ombak bergulung-gulung tinggi. Mungkin ini juga yang menjadikan kawasan Pantai Pelangi sepi pagi ini. Hanya ada beberapa pengunjung, dan pemancing yang terlihat berjejer di tepian pantai.
Saya lebih suka berjalan ke sisi barat dimana banyak tanaman cemara udang tumbuh bergerumbul. Cukup teduh, meskipun tidak serindang kawasan pantai Cemara Sewu
Rasa penasaran saya tentang sosok perenang handal, akhirnya terjawab. Mereka yang dimaksud adalah penyu.
Satu rumah di kawasan pantai, rupanya difungsikan sebagai tempat konservasi penyu. Satu ruangan sederhana digunakan untuk menampung tukik-tukik yang baru menetas hingga mereka siap untuk dilepaskan ke lautan. Sementara dua bangunan tanpa atap di sebelahnya, merupakan lahan untuk menetaskan telur-telur penyu.
Konservasi Penyu adalah daya tarik utama Pantai Pelangi |
Adalah Sarwidi, lelaki paruh baya yang memulai konservasi penyu di Pantai Pelangi ini, sejak 10 tahun silam. Kepeduliannya kepada kelestarian penyu muncul saat ia menyadari jumlah penyu yang naik ke daratan untuk bertelur semakin sedikit. “Kalau penyu sampai punah...lantas apa mba, yang bisa dilihat anak cucu...” jawabnya ketika saya menanyakan, kenapa ia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap penyu.
Bulan Mei-Agustus adalah bulan yang sibuk untuk Pak Sarwidi. Setiap malam lelaki yang awalnya berprofesi nelayan ini menyusuri tepian pantai, berburu telur-telur penyu untuk dibawa ke konservasi. Setelah itu ia harus menunggu sekitar 48 hari, saat telur-telur itu akan menetas. Bayi tukik yang baru menetas kemudian akan dipindahkan ke ruangan di sebelahnya, untuk mendapatkan perawatan sampai dirasa cukup kuat untuk dilepas ke lautan bebas.
Ruangan berdinding, tanpa atap ini merupakan tempat untuk menyimpan telur-telur penyu sampai menetas |
Setelah menetas, tukik lantas dipindahkan ke kolam-kolam berwarna biru ini. |
Pak Nugroho, partner Pak Sarwidi dalam menjaga kelestarian Penyu |
Pengunjung Bisa Bebas Melihat Konservasi Penyu di Pantai Pelangi
Awalnya, saya sempat ragu apakah semua orang diijinkan untuk melihat secara lebih dekat konservasi penyu. Hingga kemudian seorang petugas konservasi—Pak Nugroho mempersilakan saya masuk dan mengamati aktivitasnya dalam merawat bayi-bayi tukik.
“ Masuk saja..semua pengunjung bisa kok mba..ke sini” Begitu ucapnya dengan ramah. “Bahkan kalau mau release tukik ini ke laut pun bisa” tambahnya.
Wow! Melepas tukik ke lautan...
Selamat jalan... |
Release atau mengembalikan para tukik ke lautan, memang kerap dilakukan Pak sarwidi dan teman-temannya. Sering pula acara melepas tukik ini diselenggarakan oleh perusahaan atau keluarga. Untuk bisa merasakan pengalaman ini, saya ataupun pengunjung hanya cukup mengganti biaya pemeliharaan tukik. Hari itu, saya cukup membayar 20 ribu rupiah, untuk dua tukik yang akan saya lepaskan ke lautan.
Selamat jalan para tukik....Kami harap, suatu hari nanti kamu bisa kembali di pesisir pantai ini..
Wah ini deket rumahe mbah nek pantai parangtritis.. duhh udah lama ndak pulang kampung jadi kangen nih.. Huhuhu..
ReplyDelete.
Btw baru denger aku kak kalau ada yang namanya pantai pelangi plus bisa melihat proses penangkaran penyu, mungkin besok kalau ke Jogja patut dilist nih :D
Yup. Termasuk pantai agak baru ini..
Deletebaru tahu ada musimnya juga penyu bertelur, itu kondisinya sama dengan kura-kura gak ya ?
ReplyDeleteaku malah belum pernah e mba liat kura-kura berkembang biak... jadi nggak ngerti kondisinya sama apa nggak
Deletepantai pelangi namanya uda mandan kekinian ya mba lis, beda ama parangtritis atau yang lain
ReplyDeleteternyata daya pikate karena ada bagian konservasi penyune
itu per nglepas 1 penyu 10 ribu berarti ya mba lis, apa bayar seiklasnya
tapi aku lebih seneng pantai yang sepi sih, cuma emang moga2 ke depan biarpun ga serame pantai pantai besar lainnya, fasilitas pendukunge lebih bisa diperhatikan pengelola yo mba lis >__<
he eh nit, klo fasilitas publiknya dibenerin..bisa jadi lebih rame pengunjung. Tapi bisa jadi juga, klo rame pengunjung penyunya akan pindah lokasi mendaratnya. Soalnya, kemarin pak petugas ini cerita, klo penyu memang sengaja nyari tempat yang sepi untuk bertelur.
Delete