Minggu pagi di penghujung Bulan November. Judulnya lagi pengen maen aja, dadakan, tanpa rencana. Tujuan, ke Gunung Kidul yang tidak begitu jauh, lebih pasnya kawasan pantai di Kecamatan Tepus. Mau kemananya, belum dipikirkan dari rumah.
Menyusur puluhan kelokan di kawasan Patuk, Gunung Kidul memandang kabut dan menyaksikan hutan Jati yang sudah mulai menghijau setelah beberapa kali tersiram hujan, membuat saya lebih banyak diam di sepanjang perjalanan. Anak-anak di jok belakang memilih melanjutkan tidur, sementara saya lebih suka menikmati apa yang saya lihat di luar jendela kaca.
Enaknya pergi pagi-pagi. Disamping udara yang segar, saya suka sekali melihat perpaduan kabut-pepohonan, sama matahari yang masih malu-malu bersinar. Ketiganya bisa menciptakan komposisi warna yang enak banget dipandang mata.
“Iki meh pantai ndi ...?” Tanya Pak suami.
“Ndi ya...? Hampir semua wis tau ki” Jawab saya bimbang.
Begitulah, resiko pergi tanpa rencana. Bahkan mau kemana pun masih bingung, sementara pos retribusi ke kawasan pantai sudah di depan mata.
Googling sebentar, saya nemu nama pantai baru yang belum pernah kami datangi, Pantai Seruni.
“Pak...Pantai Seruni jalannya bisa diakses dengan mobil?” Pertanyaan yang saya ajukan kepada penjaga pos retribusi begitu saya membayar dan mendapatkan tiket untuk masuk di Kawasan Pantai Gunung Kidul. Hanya 10.000 perorang, dan kami bebas memilih deretan pantai mana yang akan kami singgahi. Ada banyak nama pantai yang tertulis di pantai, mulai pantai terdekat dari pos retribusi, diantaranya Pantai Baron, Kukup, Sepanjang, Drini, Watu Kodok, Krakal, Pantai Sarangan, Indrayanti, Pok Tunggal, termasuk Pantai Seruni.
“Bisa mba.. Lokasinya paling ujung nanti, setelah pantai Indrayanti atau Pulang Sawal. Satu jalan masuk dengan Pantai Pok Tunggal” Terang pak petugas penjaga pos retribusi
Pantai Pok Tunggal sendiri, merupakan salah satu pantai yang tergolong baru. Pernah beberapa tahun yang lalu nyobain ke sana. Berhasil sampai pantainya yang masih alami banget, tapi ada sedikit penyok di bodi bawah mobil terkena batu. Beberapa tahun yang lalu, akses jalan menuju pantai masih sempit dan cenderung berbatu.
Yaa, mungkin saja setelah berjeda sekian tahun jalanan sudah lebih nyaman.. Kami berharapnya seperti itu.
Fix, tujuan pertama nge-pantai pagi itu di pantai Seruni. Mau googling lebih lanjut tentang pantai ini, sinyal smartphone sering antara ada dan tiada. Tapi ya maklum, karena kami diantara bukit-bukit kapur.
Sepanjang menyusur jalan Pantai Selatan Jawa, saya dan pak suami banyak ngobrol tentang kemajuan Kupaten Gunung Kidul saat ini. Kalau dulunya jalur yang kami lewati ini terkenal sepi, sekarang kebalikannya. Bukit-bukit kapur yang ada, juga mulai banyak yang sudah diratakan, berganti restoran atau penginapan. Banyak penginapan-penginapan baru yang tampilannya cantik, taman-taman bunga sebagai area pepotoan, dan jalan-jalan utamapun semakin lebar dan halus. Bahkan tak jauh dari pintu masuk menuju Pantai Krakal, tengah dibangun kantong parkir kendaraan yang sangat luas, dan tahap pembangunannya hampir selesai.
Yakin, bisa pangling dengan pembangunan fisik di kawasan Pantai Gunung Kidul saat ini, terutama untuk pantai-pantai yang sudah populer.
Disaat hari libur/musim liburan, kemacetan di jalur utama menuju / dari kawasan pantai seperti ini adalah normal |
Beberapa saat melewati kawasan pantai Indrayanti, sampai juga kami pada jalan menuju Pantai Pok Tunggal. Ada 2 penjaga, penduduk sekitar. Untuk masuk, kami tidak perlu lagi membeli tiket, tapi memberikan dana sukarela.
Kondisi jalan masih belum banyak berubah. Sempit, hampir-hampir mirip jalan naik pas mau ke wisata Posong. Bisa papasan, tapi harus nyari lokasi yang agak lebar. Bagian badan jalan sudah dikeraskan, tetapi hanya bagian samping kanan dan kiri (pas posisi ban).
“Pantai Seruni sebelah mana ya mas...?” tanya saya ke warga yang berjaga
Pas masuk jalan yang sempit dan berbatu, mood pak suami yang pegang stir kayaknya udah mulai ngedrop. Tetapi karena sudah terlanjur, mau mbalik kok tanggung, akhirnya terus mengikuti jalan. Sampai juga ke pertigaan yang dimaksud. Mengikuti jalan utama, nanti akan sampai Pok Tunggal. Kondisi jalan masih belum baik. City car bisa, tapi agak “memaksa”.
Sementara yang arah kiri, arah pantai seruni. Sempit, dan belum dikeraskan. Masih asli, batuan dan juga tanah. Sempat saya bertanya ke penduduk sekitar yang lewat, katanya kira-kira jarak Pantai Seruni 2 kilometer lagi, dengan kondisi jalan yang bergelombang.
Kami pun berfikir ulang. Kalau make mobil city car, kami nggak yakin. Jalan kaki dengan anak-anak, PP kurang lebih 4 kilo juga nggak mungkin.
Kami pun berfikir ulang. Kalau make mobil city car, kami nggak yakin. Jalan kaki dengan anak-anak, PP kurang lebih 4 kilo juga nggak mungkin.
Mending mundur, ganti haluan. Apalagi ban sempat bermasalah juga (bocor dan harus ganti pake serep), hingga kami pada kesimpulan, Pantai Seruni ini bisa jadi lebih bersahabat dengan sepeda motor, trail, atau mobil yang memang untuk adventure. Bukan mobil berground-clearence rendah seperti yang kami miliki.
Kecewa dengan Jalur Menuju Seruni, jadilah Pantai Sarangan sebagai tujuan
Pelarian karena gagal ke Pantai Seruni, akhirnya menetapkan tujuan baru. Pertimbangannya, sepertinya tergolong pantai baru juga, yaitu Pantai Sarangan. Namanya mengingatkan dengan nama sebuah Telaga yang ada di Magetan,tapi, tentu saja ini beda.
Pintu masuk ke Pantai Sarangan, bisa melewati jalur masuk menuju Pantai Krakal, karena pantai ini berada persis di sisi barat pantai Krakal. Belum begitu lama dibuka sebagai kawasan wisata, awalnya saya mengira pantai ini merupakan perluasan dari pantai Krakal.
Berbentuk menyerupai teluk, bibir Pantai Sarangan tak begitu luas. Beberapa kali ke pantai ini, sering saya menjumpai anak-anak muda yang tengah nge-camp di tepi pantai. Bisa jadi, karena memang situasi pantai ini tidak begitu ramai.
Pantai Sarangan |
Tepian Pantai Sarangan ini cukup luas. Biasanya dipake nge-camp anak-anak muda, outbond, atau melakukan beberapa permainan di tepi pantai lainnya |
Lumayan lah, air laut lagi surut, jadi kondusif untuk bermain air. Kalau misalnya hanya pengen sekedar memandang ombak dari kejauhan ada beberapa gasebo yang bisa dimanfaatkan untuk berteduh. Tapi untuk fasilitas yang lain semacam tempat makan, sarana ibadah, tempat ganti atau penginapan, masih bergabung dengan pantai yang ada di sebelahnya, yakni Pantai Krakal.
Kesimpulannya? Kalau mau pergi, mending jelas dulu mau kemana dan minimal punya gambaran lokasi seperti apa, termasuk medan/jalannya. Soalnya setelah saya dapat sinyal dan browsing tentang Pantai Seruni, ternyata pantai baru ini memang masih sulit dijangkau.
Herannya, kenapa pak petugas jaga pos retribusi tadi bilang bisa kejangkau mobil ya? Nggak tau ah!
Bener mbak kalau mau kemana-mana harus jelas tujuan supaya tidak bimbang diperjalanan
ReplyDeleteMungkin maksudnya tercapai mobil adalah lebar jalannya sudah cukup bagi mobil kak
ReplyDeletesaking banyaknya pantai di gunkid, jujur aja aku suka bingung mbaaaa. sampe lupa loh pantai mana aja yg udh aku dtangin hahahah.. saking pnjangnya kali yaa,jd terbagi2 banyak pantai gt.. kalo next ke jogja,aku bakal cari pantai yg msh sepi,blm terlalu terkenal biar ga kayak cendol di sananya :D.
ReplyDeleteHal yang sangat disayangkan, managemen pariwista yang kurang baik tentu mengakibatkan hasil yang tidak maksimal..
ReplyDeleteCantik sekali pantainya..agak susah juga nak sampai ke sini ye.
ReplyDeleteBhahaha, sama mb lis aku nyen nglayap mbi pak suami juga suka ngasal jalan, walhasil tekan dalan eyel2an arep meh meng endi,
ReplyDeleteKeren mb lis udah khatam perkhazanahan mantaine
Aku nek pantai pesti milih sik isuk banget utawa sore sekalian, biasalah diriku wedi gosyong #etdah ditabok
aku pengen ke pantai baron belum terlaksana huhu
ReplyDeleteini klo gak salah sepupuku habis sunmori sama kleb motornya ke seruni ini, pantes jalannya bergelombang ya mbak
untung ada plan B. lumayan bagus pantainya, duh aku jadi pengen...
Lah ini baru dengar namanya. Aku juga sering pergi tanpa planning karena mikirnya Jogja tu dari ujung ke ujung masih bisa dijangkau & masih bisa jajan sembarangan jadi tak perlu pusing berencana. Pernah tu ke monumen di pantai Guki, namanya lupa yg di IG tu bagus banget. Ternyata masuknya jauh, sepi nggak orang samsek, jalan sempit, monumennya sendiri tak terawat. Kalau udah kayak gitu, diem semua semobil deg2an wkwkwkkw. Mestinya penjaga tiket bisa dikritik ya supaya bisa memberikan gambaran sejelas-jelasnya. Misalnya kalau mobil bisa masuk, ya mobil jenis apa gitu.
ReplyDeletepengalaman yg menegangkan ya sob? tp setidaknya cerita ini bikin semua org jd tau, kalo pengen kesitu jgn bawa mobil...
ReplyDeleteKalau medan kurang memungkinkan, lebih baik mengurungkan. Daripada memaksakan diri, tapi kendaraan yang menjadi korban.
ReplyDeletePengalaman saya saat wisata ke pantai, jika menemui medan yang terlalu ekstrim, tangan dan kaki, lemes dan gemetar. Mau balik, sudah tanggung, diteruskan kok gimana gitu.
Lama sekali saya tidak main ke gunung kidul, terkahir tahun 1993
Jadi ingat pengalamanku pas ke candi ijo. Berbekaal pengalaman teman yang bilang jalannya bisa dilalui mobil kita pun ke sana. Dan ternyata tanjakannya luar biasa. Ke bengkel lah akhirnta mobilnya..
ReplyDelete